Minggu, 24 April 2011

APENDICITIS

ERLINA PERMATA SARI
04.08.2096
E/KP/VI


APENDISITIS

TINJAUAN TEORI
a.Definisi
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendiks vermiformis mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).
Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal ( long, Barbara C, 1996 hal 228 ).
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
• Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
• Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

b. Epidemiologi
Menurut Ahmadsyah dan Kuntoro tahun 1995, apendiksitis merupakan kasus laporotomi tersering pada anak dan juga pada orang. Hampir 7% orang barat mengalami apendisitis dan sekitar 200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya. Insidens semakin menurun pada 25 tahun terakhir, namun di negara berkembang justru semakin meningkat, kemungkinan disebabkan perubahan ekonomi dan gaya hidup (Lawrence, 2006).
Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens laki-laki lebih tinggi, sedangkan pada bayi dan anak sampai berumur 1-2 tahun jarang ditemukan (Syamsuhidajat, 1997).
c. Anatomi Fisiologi
Anatomi
Apendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum, appendix berkembang di sebelah kiri dan belakang kira-kira 2,5 cm di bawah valva ileocaecal. Istilah usus buntu yang sering dipakai di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Appendix merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya sekitar 10 cm (3-15 cm). Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian distal. Namun, pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar di pangkal, dan sempit di ujung. Ontogenitas berasal dari mesogastrium dorsale. Kebanyakan terletak intraperitoneal dan dapat digerakkan. Macam-macam letak appendix : retrocaecalis, retroilealis, pelvicum, postcaecalis, dan descendentis.
Pangkal appendix dapat ditentukan dengan cara pengukuran garis Monroe-Pichter. Garis diukur dari SIAS dextra ke umbilicus, lalu garis dibagi 3. Pangkal appendix terletak 1/3 lateral dari garis tersebut dan dinamakan titik Mc Burney. Ujung appendix juga dapat ditentukan dengan pengukuran garis Lanz. Garis diukur dari SIAS dextra ke SIAS sinistra, lalu garis dibagi 6. Ujung appendix terletak pada 1/6 lateral dexter garis tersebut.
Appendix menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir tersebut secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GULT yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendix adalah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks komplit.
d. Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi Yaitu :
a. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
Adanya faekolit dalam lumen appendiks
Adanya benda asing seperti biji – bijian
Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
c. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks
1. Appendik yang terlalu panjang
2. Messo appendiks yang pendek
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4. Kelainan katup di pangkal appendiks.
e. Manifestasi Klinis
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : anoreksia, malaise, mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
f. Patofisiologi
Appendiksitis diakibatkan oleh beberapa factor, yaitu; hyperplasia folikel limfoid, fecolit, cacing, striktur, cancer menyebabkan obstruksi pada appendik sehingga terjadi bendungan dari produksi sekresi. Bendungan itu mengakibatkan dinding appendik tertekan sehingga aliran limfe terganggu. Karena aliran limfe mengalami gangguan maka terjadi edema pada dinding appendik, sehingga merangsang tunika serosa peritoneal visceral. Rangsangan pada tunika membuat nervur X juga terangsang sehingga gaster menjadi hipersekresi dan pasien menjadi mual dan muntah.
Selain itu, bendungan mukus juga dapat menyebabkan infeksi bakteri dan ulserasi dan berisi nanah. Sehingga terjadi gangguan pada aliran vena dan arteri. Jika terjadi gangguan vena akan menyebabkan peradangan pada peritoneum setempat. Dan mengakibatkan nyeri pada perut kanan bawah. Sedangkan jika terjadi gangguan aliran pada arteri menyebabkan suplai oksigen dalam appendik menurun, dan terjadi gangguan perfusi pada appendik. Appendik gangrenous menyebabkan usus mengelilingi appendik membentuk suatu massa sehingga appendik menjadi infiltrate. Jika appendik gangrenosa pecah akan terjadi perforasi pada appendik sehingga terjadi peritonitis.
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
Pemeriksaan Radiologi,
• foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.
• USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal, divertikulum meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.
h. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
• nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
• Suhu tubuh naik tinggi sekali.
• Nadi semakin cepat.
• Defance Muskular yang menyeluruh
• Bising usus berkurang
• Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal.
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
i. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Ada beberapa cara penatalaksanaan pada pasien dengan apendiksitis, berdasarkan dengan proses radang yang terjadi, taitu:
1. Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif dengan ditandai dengan:
a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38oC, produksi urin berkisar 1-2 ml/kg/jam. nadi di bawah 120/menit.
2. 2. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan:
a. Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi.
c. Pemeriksaan lokal abdomen tanang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebainya konservati dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
j. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien: Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.
2. Keluhan utama: Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
3. Riwayat kesehatan masa lalu: Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
4. Pemeriksaan fisik Keadaan umum: Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
5. Aktivitas/istirahat : Malaise.
6. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
7. Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.
k. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
3. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan.
l. Rencana Keperawatan
1. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
 Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan
 Kriteria Hasil : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
 Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
2) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
3) Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi
 Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).
 Intervensi:
1) Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
2) Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
3) Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.
3. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
 Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi
 Kriteria Hasil : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
 Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
2) Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
3) Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
 Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.
 Kriteria Hasil : wajah klien sudah tidak tampak murung lagi, klien tidak tampak gelisah.
 Intervensi:
1) Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
2) Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
3) Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
 Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
 Kriteria Hasil: klien sudah nafsu makan, berat badan kembali normal, tidak mual dan muntah lagi.
 Intervensi:
1) Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
2) Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
3) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.
4) Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
5) Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
6) Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
7) Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan.
 Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri.
 Kriteria Hasil : kuku, kulit kepala dan wajah klien tidak tampak kotor lagi.
 Intervensi :
1) Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
2) Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
3) Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
4) Bimbing keluarga / istri klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan
5) Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar